Pertimbangan hakim yang positivistik
Pertimbangan hakim yang positivistik dalam setiap kasus-kasus yang ditangani memang memberikan kepastian hukum yang tinggi. Karena kepastian hukum berasal dari Penguasa atau Negara yang dapat berupa pasal-pasal dalam Undang-Undang, dan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.
Namun, konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lainnya dalam kasus serupa yang telah diputuskan, apabila untuk kasus serupa terjadi perbedaan yang besar antara putusan pengadilan dikota tertentu dan putusan pengadilan di kota lainnya dalam kurun waktu yang tidak terlalu berbeda tetapi yang satu telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, hal itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Yang membuat kebimbangan pada hakim, antara menerapkan hukum yang positivistik dan menerapkan hukum yang mementingkan keadilan dan prinsip kemanusiaan dalam memutus sebuah perkara. Pada paradigma positifisik sistem hukum tidak diadakan untuk memberikan keadilan bagi masyarakat , melainkan sekadar melindungi kemerdekaan individu. Kemerdekaan individu tersebut senjata utamanya adalah kepastian hukum.
Paradigma positivistik berpandangan, demi kepastian, maka keadilan dan kemanfaatan boleh dikorbankan. Pandangan positivistik juga telah mereduksi hukum yang dalam kenyataannya sebagai pranata pengaturan yang kompleks menjadi sesuatu yang sederhana, linier, mekanistik dan deterministik. Hukum tidak lagi dilihat sebagai pranata manusia, melainkan hanya sekedar media profesi. Akan tetapi karena sifatnya yang deterministik, aliran ini memberikan jaminan kepastian hukum yang tinggi. Artinya masyarakat dapat hidup dengan suatu acuan yang jelas dan ketaatan hukum demi tertib masyarakat merupakan suatu keharusan.
Bahwa dengan demikian pentingnya kepastian hukum yang tinggi membuat banyak hakim menggunakan pandangan yang positivistik, sekalipun kurang memberikan rasa keadilan. Karena hukum dimaknai sebagai legal formal yang tidak mengenal kompromi, kesetiakawanan, sentimen dan lain sebagainya. Pada teori yang mementingkan keadilan dan prinsip kemanusiaan dalam memutus sebuah perkara, hukum menjadi sangat akomodatif dan menyerap ekspektasi masyarakat. Bagi aliran ini, hukum dikonstruksikan dari kebutuhan, keinginan, tuntutan, dan harapan dari masyarakat. Jadi yang didahulukan adalah kemanfaatan dari hukum itu sendiri bagi masyarakat, dengan demikian hukum akan menjadi hidup. Aliran ini sangat mengedepankan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat.
0 comments:
Post a Comment