Saturday, May 6, 2017

Ahli Pemerintah dan DPR Tidak Hadir, Uji Perpu 51/1960 Ditunda

Ahli Pemerintah dan DPR Tidak Hadir, Uji Perpu 51/1960 Ditunda

Mahkamah Konstitusi (MK) menunda sidang pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Perpu 51/1960) dengan agenda penyampaian keterangan Ahli Pemerintah, keterangan DPR dan Saksi Pemohon. Penundaan tersebut akibat dari tidak hadirnya ketiga pihak dimaksud.
“DPR menyampaikan keterangan tertulis. berhalangan hadir karena masih masa reses. Kemudian bagaimana dengan Ahli Pemerintah, apakah bisa hadir sekarang?” tanya Ketua MK Arief Hidayat kepada para wakil Pemerintah yang hadir dalam sidang perkara Nomor 96/PUU-XIV/2016, Selasa (2/5) siang.
Namun, Pemerintah menyampaikan permohonan maaf karena Ahli Pemerintah belum bisa dihadirkan dalam sidang kali ini. Ahli Pemerintah baru bisa dihadirkan pada sidang berikutnya. Pernyataan senada juga disampaikan pihak Pemohon. Saksi Pemohon baru bisa dihadirkan dalam sidang berikutnya.
“Baik kalau begitu. Sidang lanjutan Perpu 51/1960 akan digelar pada 16 Mei mendatang. Agendanya adalah penyampaian keterangan Ahli Pemerintah, Saksi Pemohon, ditambah dengan Pihak Terkait,” ujar Arief yang didampingi para hakim konstitusi lainnya. 
Permohonan dimohonkan oleh Rojiyanto, Mansur Daud, dan Rando Tanadi. Para Pemohon adalah korban penggusuran paksa yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Rojiyanto merupakan korban penggusuran paksa di daerah Papanggo, Jakarta Utara. Ketika proses penggusuran, ia mengaku mengalami kekerasan. Terhadap penggusuran tersebut Pemohon mengajukan gugatan ke pengadilan hingga pada tingkat kasasi, namun tetap kalah. Putusan pengadilan menyebutkan bahwa Perppu 51/1960 tidak mewajibkan Pemerintah memberikan ganti rugi kepada warga korban penggusuran paksa.
Adapun Mansur Daud merupakan korban penggusuran paksa di kawasan Duri Kepa, Jakarta Barat. Sementara Rando merupakan seorang pelajar dan akibat dari penggusuran ia terpaksa putus sekolah dan tidak memiliki lagi tempat tinggal.
Para Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Perppu 51/1960. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur tentang kewenangan penguasa daerah yang dapat memaksa pengguna lahan untuk mengosongkan lahannya. Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut hanya dapat diterapkan pada negara dalam keadaan bahaya, bukan dalam situasi damai untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga negara.

Related Posts:

  • Amandemen adalahMicrosoftInternetExplorer402DocumentNotSpecified7.8 磅Normal0 Amandemen Perubahan baik dengan cara penambahan, pencabutan, atau penggantian ketentuan yang sudah ada dalam … Read More
  • cessie piutang Cessie Pemindahan atau pengalihan piutang-piutang atas nama dan kebendaan  tidak  bertubuh lainnya,dari seorang yang berpiutang (kreditur) kepada orang lain yang  dilakukan … Read More
  • Berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) Berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) Satu perkara yang telah  diputus  oleh hakim, serta  tidak  ada lagi upaya hukum yang … Read More
  • anjak piutang(factoring) adalah Anjak piutang (Factoring)  Pembiayaan jangka pendek tanpa kolateral, pembiayaan mana dilakukan  dalam bentuk pembelian dan / atau pengalihan / pengambil-alihan se… Read More
  • amnesti adalah hak presiden Amnesti Penghapusan hukuman yang diberikan oleh Presiden kepada seseorang  yang  telah melakukan tindak pidana tertentu MicrosoftInternetExplorer402DocumentNotSpecified… Read More

0 comments:

Post a Comment