Sunday, April 9, 2017

Money Laundering dan Kejahatan Perbankan




Money Laundering dan Kejahatan Perbankan 

Strategi bank dalam mengantisipasi terjadinya tindakan pencucian uang yang sesuai dengan aspek hukum yang berlaku Perkembangan di bidang pengetahuan dan teknologi telah mendorong pula perkembangan ragam kejahatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kejahatan dalam suatu wilayah negara maupun lintas batas wilayah negara juga semakin berkembang, diantaranya illegal logging, perdagangan obat-obatan terlarang, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, terorisme, penyuapan, korupsi dan kejahatan- kejahatan kerah putih lainnya. Tindak kejahatan ini umumnya melibatkan dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut, salah satunya adalah dengan memasukkan hasil tindak kejahatannya tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan. 

Dengan demikian asal usul harta kekayaan tersebut tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. Modus inilah yang disebut dengan pencucian uang (Money Laundering. Apabila dihitung sejak dikeluarkannya PBI mengenai know your customer, maka peyedia jasa keuangan berbentuk bank telah melaksanakan know your customer lebih dari 13 tahun. Apresiasi terhadap PJK Bank khususnya bank umum layak disampaikan karena adanya peningkatan jumlah LTKM yang disampaikan. Namun demikian, efektifitas pelaksanaannya masih perlu ditingkatkan khususnya untuk BPR. 

Dari hasil pemantauan, perbankan belum sepenuhnya memiliki persepsi atau kapabilitas yang sama antara lain karena adanya rasa takut akan kehilangan nasabah apabila know your customer diterapkan secara ketat. Di samping itu, terhadap bank umum yang skala usahanya cukup besar, secara teknis dapat menghambat penerapan know your customer apabila tidak didukung dengan dana yang memadai untuk membangun sistem informasi. Di sisi lain, kurangnya perhatian atau kesadaran dari nasabah terhadap peraturan know your customer juga dapat menghambat penerapan know your customer. Sebagai lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat (fiduciary financial institution), bank dihadapkan pada dua kewajiban yang saling bertentangan dan seringkali tidak dapat dirundingkan. 

Di satu pihak, bank mempunyai kewajiban untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya (duty of confidentiality) karena kewajiban ini timbul atas dasar adanya kepercayaan (fiduciary duty). Di lain pihak, bank juga berkewajiban untuk mengungkapkan(disclose) keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam keadaan-keadaan tertentu. Di sinilah seringkali muncul konflik kepentingan (conflict of interest) yang dihadapi bank. Kerahasiaan perbankan sendiri berasal dari negara-negara Anglo Saxon yang menganut sistem hukum Common Law, yang berakar pada putusan hakim. Lewat putusannya yang kemudian menjadi Leading Case Law, Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier vs. National Provincial and Union Bank of England, dimana terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain.

Keberadaan Tindak Pidana Pencucian Uang di Perbankan Lembaga keuangan, khususnya perbankan, sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang, karena di perbankan tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian uang dalam upaya melancarkan tindak kejahatannya. Melalui berbagai pilihan transaksi tersebut seperti transaksi pengiriman uang, perbankan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan. Misalnya untuk pelaku pencucian uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal usulnya.

Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998, bank dikelompokkan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kegiatan usaha Bank Umum serta jasa yang dapat diberikannya lebih banyak dibandingkan dengan BPR. Kegitan usaha BPR hanya menghimpun dana dan menyalurkannya dalam bentuk kredit atau penempatan lainnya seperti Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka dan/atau tabungan pada bank lain. Di samping itu, secara tegas BPR dilarang : menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing; melakukan penyertaan modal; dan melakukan usaha perasuransian; serta melakukan usaha diluar yang telah ditentukan.

Pelaku pencucian uang senantiasa terus mencari setiap peluang agar harta kekayaan hasil kejahatannya dapat dicuci sehingga nampak seolah-olah merupakan hasil kegiatan yang sah. Dalam hal bank umum dianggap kurang aman, tidak menutup kemungkinan pencuci uang akan memanfaatkan produk BPR. Demikian pula, dalam hal produk perbankan konvensional dianggap kurang aman maka pencuci uang dapat mengalihkannya pada produk perbankan dengan prinsip syariah.

Aktifitas pencucian uang secara umum merupakan suatu cara menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana sehingga nampak seolah-olah harta kekayaan dari hasil tindak pidana tersebut sebagai hasil kegiatan yang sah. Lebih rinci di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No.25 Tahun 2003 (UU TPPU), pencucian uang didefinisikan sebagai perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. 

Lembaga keuangan, khususnya perbankan, sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang, karena di perbankan tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian uang dalam upaya melancarkan tindak kejahatannya. Melalui berbagai pilihan transaksi tersebut perbankan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan. 

 Smurfing

Modus Pencucian Uang yang banyak digunakan oleh pelaku pencucian uang di perbankan adalah Smurfing yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi oleh banyak pelaku, Structuring yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil, U Turn yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan Transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya, Cuckoo Smurfing yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan “proceed of crime”


Konsepsi strategis menghindari resiko sekaligus mewujudkan penanganan pencucian uang di Perbankan dan untuk mengisi kekosongan peraturan sebelum UU Pencucian uang disahkan, Pada tanggal 18 Juni 2001 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai pentingnya diterapkan oleh bank-bank tentang penerapan mengenali nasabah yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No 3/10/PBI/2001 Lembaran Negara 2001 No 78, Tambahan Lembaran Negara No 4107 tentang Penerapan Prinsip (PBI) ini mengatur tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Peraturan ini kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No 3/23/PBI/2001 tertanggal 13 Desember tentang Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles/KYC) yang diberlakukan bagi Bank Umum. 

 Rahasia Dompet

Dalam hal penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini, ada ketentuan perbankan yang dikecualikan yaitu tentang asas kerahasiaan bank (bank secrecy). Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi perbankan di Indonesia, telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Salah satu kewajiban yang wajib dipenuhi oleh Bank dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) Bagi Bank Umum adalah membuat suatu pedomanpelaksanaan Program APU.



Customer Due Dilligence (CDD) merupakan salah satu main tool dalam Program APU. CDD tidak saja penting untuk mendukung upaya pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris, melainkan juga dalam rangka penerapan prinsip kehatian-hatian perbankan (prudential banking) untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam hubungan antara nasabah dengan lawan transaksinya (counter-party).

 DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, “Konsekuensi Yuridis Keputusan Menteri yang DinyatakanTidak Berlaku Lagi”, Majalah Varia Peradilan No 286 September 2009, hlm.11.
David A Chaikin, Money Laundering : An Investigatory Perspective, Criminal Law Review, Vol 2, No. 3, Spring, 1991, halaman 474.
Hurd, Insider Trading and Forign Bank Secrecy, Am.Bus. J. Vol 24, 1996, halaman 29.
R. Bosworth Davies, Euro-Finance: The Influence of Organized Crime: Paper on The Eight International Symposium on Economic Crime, Cambrigde, England, July 28 Agustust, 1991, halaman 30.
Ronald K Nobel and CE Golumbic, A New Anti-Crime Framework for The World: Managingh the Objective and Subjective Models for Fighting Money Laundring, Int’i. L.& Pol., Vol 30:79, 1997-1998, halaman 79.
Sutan Remy Sjahdeini, Makalah ini disajikan sebagai bahan diskusi mengenai legal isues seputar Pengaturan Rahasia Bank,bertempat di Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta. Senin 13 Juni 2005 ………………….., Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004. halaman. ix.
Siahaan,NHT, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan Jakarta 2002 hlm.111
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian hukum, cetakan3,Jakarta:UI Press,1986,hal.43. 
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian hukum Normative suatu tinjauan singkat, cet 4 Jakarta:Radja Grafindo Persada, 1995, hal.23
Yenti Garnasih,Anti Pencucian Uang di Indonesia(suatu TinjauanAwal).File///L/korup5170.htm.Diakses tanggal 17 September 2009.

0 comments:

Post a Comment