Thursday, April 20, 2017

TINDAK PIDANA SNI



artikelhukum.online-Kajian Yuridis UU No 7 tahun2014

Diawal tahun 2014, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang- undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut UU Perdagangan). Banyak pihak menganggap pemberlakuan Undang undang Perdagangan merupakan langkah pemerintah untuk menyongsong MEA 2015. Banyak hal yang diatur di dalam Undang-undang tersebut termasuk di dalamnya ketentuan standar produk, baik produk ekspor maupun impor. Dalam undang-undang tersebut diatur pula ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang wajib diterapkan bagi produk lokal maupun impor dan sanksi yang dikenakan bagi pelanggaran aturan tersebut adalah sanksi pidana. 

Pada dasarnya, perdagangan memang tidak dapat dipandang sebagai kegiatan privat semata. Ada aspek hukum publik yang juga harus diperhatikan mengingat kegiatan perdagangan bukan hanya terkait dengan perjanjian antar pihak saja. Perdagangan mempengaruhi ekonomi negara, dan negara harus menetapkan kebijakan-kebijakan yang melindungi kepentingan rakyatnya. Kebijakan yang diterapkan harus memperhatikan banyak aspek. Sebagaimana hukum memiliki tujuan untuk tercapainya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, demikian pula kebijakan yang diterapkan dalam perundang undangan idealnya dapat mencapai hal-hal tersebut. Kebijakan hukum pidana dalam mendukung iklim perdagangan yang sehat perlu diterapkan agar ancaman sanksi pidana tidak menjadi penghambat kegiatan perdagangan bebas yang saat ini sedang dipersiapkan. 
Aspek Hukum dalam Kegiatan Perdagangan 
Kegiatan perdagangan terkait dengan dua aspek hukum, yaitu aspek hukum privat dan publik. Dari sisi aspek hukum privat, perdagangan merupakan kegiatan yang dilandasi oleh kesepakatan. Dari kesepakatan tersebut terjadilah perjanjian jual beli. Di Indonesia, aspek privat kegiatan perdagangan diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum Dagang (KUHD) yang merupakan lex specialis dari Kitab Undang undang Hukum Perdata. Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perikatan pada umumnya.

Dengan berkembangnya kegiatan bisnis, hukum dagang semakin menunjukan peran pentingnya. Di masa ini dan masa mendatang, sudah waktunya pemerintah mempergunakan hukum dagang sebagai pengarah dari kegiatan bisnis. Hal ini berarti bukan hanya kepentingan privat para pihak saja yang harus dilindungi, melainkan kepentingan publik juga harus mendapatkan perlindungan. 

Pokok Pengaturan Undang-undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan 
Pertimbangan yang menjadi dasar pemberlakuan UU perdagangan ini di antaranya: 

  • (i) bahwa peranan Perdagangan sangat penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi, tetapi dalam perkembangannya belum memenuhi kebutuhan untuk menghadapi tantangan pembangunan nasional sehingga diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan  kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional; 
  • (ii) bahwa peraturan perundang undangan dibidang Perdagangan mengharuskan adanya harmonisasi ketentuan di bidang Perdagangan dalam kerangka kesatuan ekonomi nasional guna menyikapi perkembangan situasi Perdagangan era globalisasi pada masa kini dan masa mendatang ;
Lingkup pengaturan Perdagangan meliputi: a. Perdagangan Dalam Negeri; b. Perdagangan Luar Negeri; c. Perdagangan Perbatasan; d. Standardisasi; e. Perdagangan melalui Sistem Elektronik; f. pelindungan dan pengamanan Perdagangan; g. pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah; h. pengembangan Ekspor; i. Kerja Sama Perdagangan Internasional; j. Sistem
Informasi Perdagangan; k. tugas dan wewenang Pemerintah di bidang Perdagangan; l. Komite Perdagangan Nasional; m. pengawasan; dan n. penyidikan. 
 Dari 14 butir pokok-pokok pengaturan tersebut, dalam sub berikutnya secara khusus akan dibahas mengenai standarisasi produk yang beredar di Indonesia.

Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai Standardisasi Wajib Produk yang Berlaku di Indonesia 

Di dalam UU Perdagangan, terdapat pengaturan mengenai Standar Nasional
Indonesia (SNI). Di dalam Pasal 1 angka (10) UU Perdagangan, SNI didefinisikan sebagai: “ Standar yang ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang Standardisasi.” SNI diberlakukan secara wajib untuk barang-barang yang beredar di Indonesia.

Pasal 57(1) UU Perdagangan mengatur:

 
(1) Barang yang diperdagangkan di dalam negeri harus memenuhi: 
a. SNI yang telah diberlakukan secara wajib; atau b. persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib.

SNI yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 (1) tersebut ditujukan pada produk-produk yang harus dijamin keamanannya, seperti misalnya produk mainan anak-anak, air minum dalam kemasan, korek api gas, ban mobil, dan berbagai produk lainnya.  SNI diberlakukan untuk seluruh produk yang beredar di Indonesia termasuk produk impor. Aturan mengenai produk yang harus terstandardisasi SNI wajib terdapat dalam Peraturan Menteri Perindustrian.

 
Ancaman Sanksi Pidana atas Pelanggaran SNI UU RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan

Perdagangan sebagai salah satu bentuk konkret dari kegiatan bisnis tidak terlepas dari potensi terjadinya pelanggaran hukum. Perbuatan pelaku usaha yang merugikan masyarakat sudah dianggap sebagai pelanggaran terhadap kepentingan publik dan diselesaikan melalui instrumen hukum publik. Berdasarkan law policy yang telah ditetapkan, negara menentukan tindakan-tindakan seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan dan dapat dijatuhi sanksi pidana. Tindakan-tindakan tersebut yang sering diistilahkan dengan kejahatan bisnis.

Istilah “kejahatan bisnis”, merupakan terjemahan dari istilah business crime (bahasa Inggris) atau lazim dalam beberapa referensi kriminologi, disebut corporate crime, yang termasuk ke dalam kelompok white collar crime (kejahatan kerah putih) atau kejahatan yang dilakukan atau melibatkan pelaku yang memiliki status sosial tinggi dalam masyarakat. Pengertian istilah “kejahatan bisnis” mengandung makna filosofis, yuridis dan sosiologis.

Secara filosofis, pengertian istilah tersebut  mengandung makna bahwa telah terjadi perubahan nilai (values) dalam masyarakat ketika suatu aktivitas bisnis dioperasikan sedemikian rupa sehingga sangat merugikan kepentingan masyarakat luas. Perubahan nilai tersebut ialah bahwa kalangan pebisnis sudah kurang atau bahkan tidak menghargai lagi kejujuran (honesty) dalam kegiatan bisnis nasional maupun internasional demi untuk mencapai tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Sanksi pidana diatur dalam Pasal 113 sebagai berikut: 

“Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

Rumusan delik di atas merupakan perwujudan dari hukum pidana administratif (administrative penal law). Muladi memberikan istilah Administrative Penal Law (Verwaltungs Strafrecht) yang termasuk dalam kerangka Public Welfare Offenses (Ordnungswidrigkeiten).
Hukum pidana dalam hal ini digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan rasa tanggung jawab negara dalam rangka mengelola kehidupan masyarakat modern yang semakin kompleks. Sanksi pidana antara lain digunakan secara maksimal untuk mendukung norma hukum administrasi dalam pelbagai hal.

 DAFTAR PUSTAKA BUKU 
  1. Djoko Imbawani Atmadjaja, Hukum Dagang Indonesia-Sejarah, Pengertian dan Prinsip-prinsip Hukum Dagang. Malang: Setara Press, 2011
  2. Roeslan Saleh, Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif, Jakarta : Aksara Baru, 1983 
  3. Romli Atmasasmita, Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010
  4. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana. Bandung : Alumni, 2007 
NASKAH NASKAH ILMIAH 
  1. Muladi, “Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang ” Naskah
  2. Pidato Pengukuhan, Diucapkan pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990. 
  3. Naskah Ringkasan Eksekutif Menuju ASEAN Economic Community 2015, Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

0 comments:

Post a Comment